Hingga lima hari setelah Tragedi Kanjuruhan, nafas Nur Saguwanto masih sesak. Tak hanya karena sakit akibat menghirup gas air mata, rasa duka membekas dalam di benak pemuda 19 tahun itu.
Nur Saguwanto merupakan satu dari sekian ribu korban yang selamat dalam Tragedi Kanjuruhan.
Ditemui di rumahnya Jalan Karsidi, RT02 RW03, Desa Tegalsari, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Kamis (6/10/2022) siang, Nur Saguwanto duduk di atas tempat tidur.
Ia masih belum bisa beraktivitas lebih. Kondisi tubuhnya masih terlihat lemas.
Kedua matanya bengkak. Bagian wajahnya melepuh. Pergelangan kaki kirinya patah.
Untuk bernafas, saat ini masih kesulitan. Terasa berat dan sesak. Mungkin masih ada bekas sisa gas air mata yang ada dalam tubuhnya.
Dengan nada lirih, ia menceritakan kejadian mencekam yang terjadi Sabtu (1/10/2022) malam. Usai pertandingan Arema FC vs Persebaya berakhir.
"Saat kejadian saya ada di tribun 11. Ketika itu sudah ada yang turun ke lapangan usai pertandingan bubar. Tiba-tiba ada tembakan gas air mata di tempat saya duduk. Setelah itu saya sudah nggak ingat lagi," ucap Nur Saguwanto.
Remaja yang baru lulus sekolah di SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi ini, mengaku datang melihat pertandingan Arema melawan Persebaya dengan temannya yang selamat.
"Saya baru sadar Minggu (2/10/2022) pagi. Ketika sadar tahu-tahu sudah di RSUD Kanjuruhan Kepanjen. Sempat mau telepon keluarga tapi nggak bisa, karena melihat HP pandangan mata kabur. Pusing," ujarnya.
Dalam kondisi sendirian tergeletak di rumah sakit, ia hanya bisa menangis.
Apalagi juga banyak korban bergelimpangan penuh dengan luka. Ia hanya menangis saja, baru berhenti ketika bertemu keluarganya.
"Kami semua panik, karena anak saya dicari ke semua rumah sakit tidak ada. Baru Minggu pagi anak saya ketemu," kata Dewi Fitri (38), ibu kandungnya.
Meski kondisinya cukup parah, setelah mendapatkan perawatan, Nur Saguwanto akhirnya dipulangkan oleh pihak rumah sakit karena ruangan tempat perawatan penuh sesak.
"Akhirnya anak saya dipulangkan. Saya bawa ke rumah, memanggil bidan desa untuk membantu memasangkan infus dan merawat langsung," beber Dewi.
Dewi mengaku harus mencari utang untuk menutup biaya merawat anaknya sendiri di rumah.
"Kalau biaya waktu perawatan di rumah sakit gratis. Karena dipulangkan, ya mau nggak mau saya cari utang. Sudah habis Rp 750 ribu hari ini. Ayahnya juga masih mencari utang lagi," paparnya.
Keluarga Nur Saguwanto adalah keluarga pra sejahtera, punya kartu berobat KIS.
Sebagai buruh tani kecil, ayah Nur Saguwanto, Mahfud berharap anaknya bisa kembali sembuh pasca menjadi korban Tragedi Kanjuruhan.
"Kalau bantuan sampai hari ini belum dapat. Kita rawat anak kami semampunya di rumah. Waktu pertama kejadian kondisinya mengenaskan, matanya bengkak merah dan melepuh," ucap Mahfud.
Kini, Nur Saguwanto berharap bisa kembali sehat. Ia mengaku trauma atas kejadian yang menimpanya. Ia tak menyangka di malam pertandingan itu, dirinya turut menjadi korban.
"Suasana malam itu mencekam. Gas air mata membuat saya sulit bernafas dan pingsan," pungkasnya.